Tantangan Pendidikan Abad 21 Dan Permasalahannya

 

Oleh : Johan, S.Ag

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan

 di  SMA Negeri 1 Pangkalanbaru Bangka Tengah

         

Beberapa Minggu yang lalu saya  mengikuti rapat koordinasi Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan SMA/MA Negeri maupun swasta  di Hotel Puncak Kota Pangkalpinang. Tertanggal 8 februari 2018,  Dalam sambutannya Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Drs. Muhammad Soleh, MM, menyampaikan tentang permasalahan yang dihadapi oleh dunia pendidikan, antara lain,  kekerasan fisik, pornografi, narkoba, bencana alam, dan radikalisme. Pendidikan karakter bangsa menjadi  sangat penting dan menjadi sebuah solusi untuk mengatasi permasalahan di atas. Dan hal ini yang menjadi tanggung jawab pendidikan abad 21. Untuk itu Character Building (pendidikan karakter siswa)  perlu ditambahkan dalam ketrampilan siswa di abad 21 ini. Menurut Muhammad Soleh,abad 21 sangat memerlukan keterampilan terutama dalam hal-hal berikut :

  1. Creativity And Innovation

Manusia yang akan sukses di abad 21 adalah orang-orang yang kreatif dan memiliki keberagaman ide. Sehingga, dalam dimensi kreatif ini, gurunya pun harus kreatif. Tidak lagi hanya mengharapkan kemampuan siswa pada level mendeskripsikan sesuatu, namun bagaimana siswa mampu mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain; bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.

2. Critical Thinking and Problem Solving

Yang dimaksud masalah di sini ada dua macam, masalah yang sifatnya akademis dan otentis.Masalah akademis tentu saja masalah yang terkait pada ranah kognisi yang mereka jalani. Masalah otentis lebih kepada masalah yang sering mereka jumpai sehari-hari di sekitar mereka. Siswa dituntut mampu menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk berusaha menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dengan mandiri, siswa juga memiliki kemampuan untuk menyusun dan mengungkapkan, menganalisa, dan menyelesaikan masalah.

3.Communication

Di abad 21, siswa yang mampu bertahan adalah yang bisa berkomunikasi dengan berbagai cara, baik tertulis maupun verbal. Siswa dituntut untuk memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia. Siswa diberikan kesempatan menggunakan kemampuannya untuk mengutarakan ide-idenya, baik itu pada saat berdiskusi dengan teman-temannya maupun ketika menyelesaikan masalah dari gurunya. Siswa tidak boleh lagi anti ICT, mereka harus biasa dengan komunikasi yang bertekhnologi. Demikian juga gurunya.

4.Collaboration

Ternyata juga, hidup di abad 21 tidak tergantung lagi pada persaingan. Justru, orang-orang sukses di abad ini adalah orang-orang yang bisa bekerja sama atau berkolaborasi dengan berbagai kepentingan. Siswa harus mampu kemampuannya dalam kerjasama berkelompok dan kepemimpinan; beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab; bekerja secara produktif dengan yang lain; menempatkan empati pada tempatnya; menghormati perspektif berbeda. Siswa juga menjalankan tanggung jawab pribadi dan fleksibitas secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan masyarakat; menetapkan dan mencapai standar dan tujuan yang tinggi untuk diri sendiri dan orang lain; memaklumi kerancuan

Kemudian semua permasalahan itu dibebankan kepada guru dan Kepala Sekolah. Pertanyaannya adalah apakah guru-guru dan Kepala Sekolah sudah siap untuk memikul tugas yang berat ini? Adakah langkah-langkah dari pemerintah untuk melakukan pembinaan karakter secara intensif kepada guru dan Kepala Sekolah? Sudahkah pemerintah memberikan hak-hak guru secara adil ? Kadang pemerintah terlalu banyak menuntut kepada guru dan Kepala Sekolah sementara hak-hak dasar guru belum bisa memenuhinya, apalagi terhadap guru swasta. Karena kinerja guru sangat berhubungan erat dengan terpenuhinya hak-hak guru dan jaminan hidup layak yang diperolehnya.

Oleh karena itu, sebenarnya masih banyak variabel yang harus dibenahi di sekolah dalam menyelesaikan permasalah karakter siswa, bukan hanya guru dan Kepala Sekolah. Menurut saya ada 5 hal penting yang harus dipikirkan ke depan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan baik secara kognitif, afektif dan psikomotorik.

Pertama, perlu peningkatan gaji guru di atas UMR yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

Kalau pegawai pabrik, bangunan, dan lainnya memiliki gaji yang standar UMR, maka mestinya profesi guru harus lebih dari standar penggajian pegawai pabrik dan bangunan. Karena tugas dan tanggung jawab guru lebih berat. Masa depan bangsa dan negara ini tergantung pada pendidikan dan berada di pundak guru. Memang sekarang ada upaya pemerintah dalam mensejahterahkan guru dengan memberikan tunjangan pendidikan, namun hal itu masih jauh dari cukup khususnya untuk guru-guru swasta. Apalagi hal itu kadang terlambat dalam realisasinya. Di samping itu, sulitnya persyaratan untuk mendapatkan sertifikat pendidikan dan keharusan mengajar 24 jam. Hal ini jelas sangat memberatkan bagi guru khususnya bagi guru swasta. Jika pemerintah ingin kinerja guru meningkat, mestinya ada tunjangan peningkatan kinerja yang disusun berdasarkan kinerjanya bukan dari hak dasar sebagai guru.

Kedua, Perlu pembinaan guru secara intensif khususnya di bidang karakter.

 Pendidikan karakter di sekolah tidak akan terlaksana dengan baik, jika guru dan Kepala Sekolahnya belum berkarakter. Pepatah Arab mengatakan : Orang yang tidak memiliki sesuatu tidak mungkin bisa memberi sesuatu. Jadi apabila guru dan Kepala Sekolah kurang berkarakter, mana mungkin dia bisa memberikan pendidikan karakter kepada siswanya. Karenanya, jika kita ingin menekankan pada pendidikan karakter di sekolah, kita harus melakukannya terlebih dahulu kepada guru dan Kepala Sekolah. Untuk itu pembinaan guru dan Kepala Sekolah menjadi sangat penting.

Ketiga, Perlu pengawasan secara intensif.

Program sebaik apapun, jika tidak dilakukan pengawasan maka tidak akan terealisir dengan baik. Dalam hasil penelitian, tunjangan sertifikasi masih belum bisa meningkatkan kinerja guru secara signifikan. Hal itu sebenarnya karena tidak ada pengawasan dan pembinaan saja. Jika ada pembinaan dan pengawasan dari Dinas Pendidikan melalui pengawas pasti ada peningkatan kinerja. Tapi kalau dilepas, memang akan sulit bisa meningkatkan kinerja guru. Untuk itu diperlukan pengawas yang mencukupi di setiap daerah. Sementara ini, memang di daerah pengawas masih kurang, sehingga jarang sekali pengawas yang memberikan pembinaan dan pengawasan secara intensif ke sekolah. Kuota pengawas perlu ditambah untuk setiap daerah,1 pengawas menangani 5 sekolah,  setiap hari mengawasi satu sekolah. Dengan pengawasan intensif, sudah pasti peningkatan kinerja dapat dilaksanakan dengan baik.

Keempat, Perlu sarana prasarana dan dana yang memadai.

            Semua program yang harus dilakukan baik itu yang berkaitan dengan akademik, non akademik dan penguatan karakter sangat membutuhkan adanya sarana prasarana dan dana yang memadai. Ketimpangan pendidikan antara yang sangat maju dengan yang sangat tertinggal terjadi karena ketimpangan sarana prasarana dan dana yang ada. Karenanya, perlu pemerataan sarana prasarana di sekolah. Di sinilah peran pengawas dan Kepala Dinas dibutuhkan dalam pemerataan sumbangan pemerintah di daerah. Sementara ini, sumbangan-sumbangan pemerintah masih mengarah pada sekolah-sekolah tertentu, yang notabene sudah maju. Tetapi masih belum bisa menjangkau sekolah-sekolah kecil dan terpencil.

Kelima, Perlu sistem manajemen sekolah berbasis karakter.

Kalau kita menginginkan peningkatan karakter, maka harus dibuat sebuah sistem manajemen yang terpadu yang berorientasi pada penguatan karakter mulai dari input, proses dan output serta outcamenya. Sementara ini sistem pendidikan kita pada tataran konsep tergolong ideal namun dalam tataran implementasi, masih kedodoran di sana-sini. sebagai contoh, dalam tujuan pendidikan tertulis beriman dan bertaqwa, namun dalam implementasinya pendidikan agama di sekolah sangat minim sekali. Terus terang saja, pendidikan kita sekarang ini masih berorientasi pada kemampuan kognitif semata, kurang memperhatikan aspek sikap dan moralitas serta ketrampilan dan skill. Hal itu dapat kita lihat mulai dari input, proses dan outputnya.

Untuk itu kurikulum tingkat satuan pendidikan perlu diberi ruang lebih untuk meningkatkan moralitas siswa dan karkater serta ketrampilan hidup yang dibutuhkan sesuai dengan kemampuan sekolah masing-masing. Sekolah diberikan keleluasaan untuk menyusun kurikulumnya sendiri sesuai dengan kearifan lokal dan kebutuhan siswa di masa depan. Memang, sekarang pemerintah sedang menggalakkan program “Double Track”, “Literasi”, Pramuka, Bahasa Asing,  yang bertujuan untuk membekali ketrampilan dan moralitas siswa, namun kalau harus dilakukan di luar jam pelajaran, kapan hal itu bisa dilakukan ? Inilah yang mungkin menjadi Pekerjaan Rumah  kita bersama dalam rangka meningkatkan dunia pendidikan di Indonesia pada umumnya, khususnya Pendidikan di Bumi Laskar Pelangi.                     wallahu a’lam(joe ’18)